Umat
manusia hidup di dunia ini sangat terbatas dan tidak bertahan lama,
bila dibandingkan dengan eksistensi alam semesta ini. Rata-rata
kehidupan di dunia ini selama 63 tahun, sebagaimana usia Rasulullah Saw.
Apabila ada orang yang dianugerahi usia lebih dari itu, maka itu
merupakan bonus dari Allah Swt. Setiap manusia mesti mengalami akhir
kehidupan itu, yang sering disebut dengan kematian. Hal ini dinyatakan
secara tegas di dalam al-Quranul Karim pada S. Ali ‘Imran: 185;
"Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah
disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung. Kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."
Kematian
ini merupakan salah satu bahasan ilmu Eskatologi yang termasuk cabang
Teologi. Menurut Eliade, Eskatalogi termasuk bagian dari agama dan
filsafat yang menguraikan secara runtut semua persoalan dan pengetahuan
tentang akhir zaman, seperti kematian, alam barzah, kehidupan surga dan
neraka, hukuman bagi yang berdosa, pahala bagi yang berbuat baik, hari
bangkit, pengadilan pada hari itu, dan sebagainya. Secara ringkas
Barnhart menjelaskan "Eschatology is a doctrina of the last or final
things, specially death, judgment, heaven and hell". Eskatologi ialah
ajaran tentang akhir segala sesuatu, khususnya kematian, pembalasan,
surga, dan neraka.
Kematian
itu sesuatu yang mesti terjadi pada seseorang, walaupun ia berusaha
menghindari kematian atau berusaha bersembunyi dan berlindung di tempat
yang dikira aman. Seseorang tidak dapat lari dan menjauhi kematian. Hal
ini secara tegas dikemukakan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya, S.
An-Nisa: 78;
"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."
Agama
Islam memang menganjurkan untuk berobat apabila menderita sakit dan
melakukan upaya-upaya jangan sampai terjangkit penyakit dengan menjaga
kebersihan badan, tempat, dan lingkungan. Rasulullah Saw. juga banyak
memberikan petunjuk dan arahan dalam rangka menjaga kesehatan dan
menghindari dari terjangkit penyakit, seperti sabda beliau:
"Apabila
kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu negeri, maka kalian jangan
masuk ke negeri itu. Sebaliknya, apabila kalian berada di suatu negeri
di mana terjadi wabah penyakit, maka kalian jangan keluar dari negeri
itu (maksudnya jangan sampai menularkan penyakit)."
Beliau
juga memerintahkan untuk menjauhi orang yang berpenyakit levra
sebagaimana menjauhi singa. Bahkan, beliau juga melarang kita buang air
di air yang digunakan orang banyak untuk mengambil air wudhu,
mandi, atau lain-lainnya, juga buang air di jalan orang banyak dan di bawah naungan mereka.
Namun
demikian, kematian tetap akan mengejar kita, betapapun kesehatan yang
kita usahakan berhasil. Namun demikian, kita memang tidak boleh menyerah
kepada takdir tanpa ikhtiar. Seringkali kita melihat ada seseorang yang
benar-benar kelihatan sehat bugar, tiba-tiba meninggal dunia. Jadi,
kematian tetap akan menjumpai kita, sebagaimana ditegaskan oleh Allah
Swt. dalam S. Al-Jumu'ah: 8;
"Katakanlah,
sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, sungguh akan menemui
kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu dia memberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan".
Bagaimana
sebenarnya pandangan Islam tentang kematian itu? Kematian merupakan
sesuatu yang tidak perlu ditakuti, karena kematian itu merupakan jalan
kembali kepada Tuhan yang menciptakan kita semua. Dahulu kita berada di
sisi Allah kemudian kita diturunkan atau dilahirkan di muka bumi ini
menjalani kehidupan sementara, kemudian kita mengakhirinya dengan
kematian, yang sebenarnya kita kembali ke sisi Allah lagi. Dengan kata
lain, kita dipanggil oleh Yang Maha Kuasa agar kembali kepada-Nya.
Karena itu, kita sering mengatakan kepada orang yang meninggal dunia itu
"berpulang ke rahmatullah" atau kita mengucapkan Innalillahi wainna ilaihi raji'un, yang artinya "sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali".
Pada
dasarnya setiap manusia itu mengalami dua kali kematian dan dua kali
kehidupan. Kematian yang pertama ialah sebelum kita dihidupkan di muka
bumi ini dan kematian kedua waktu kita mengakhiri kehidupan ini.
Kehidupan pertama ialah waktu kita hidup di dunia ini yang bersifat
sementara dan kehidupan kedua adalah waktu kita dibangkitkan di akhirat
nanti. Allah Swt. menjelaskan hal itu dalam S. Al-Baqarah: 28;
"Mengapa
kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan-Nya, kemudian dihidupkan-Nya
kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan?".
Dalam ayat tersebut digunakan kata fa artinya "lalu" yang menunjukkan langsung, amwatan fa ahyakum (tadinya mati lalu dihidupkan), dan digunakan kata tsumma artinya "kemudian" yang menunjukkan tidak langsung tetapi ada senggang waktu faahyakum tsumma yumitukum (dihidupkan
kemudian dimatikan), yakni setelah beberapa tahun umurnya. Betapa
indahnya gaya bahasa al-Qur'an yang sangat tinggi fashahah dan
balaghahnya.
Kematian
merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan abadi sesuai dengan
ayat di atas. Oleh karena itu, dalam al-Qur'an disebutkan bahwa
sesungguhnya kematian itu sebenarnya kehidupan. Artinya, jika seseorang
ingin hidup terus menerus, maka ia harus mengalami kematian terlebih
dahulu. Tanpa kematian tidak akan ada kehidupan abadi. Atau dalam
istilah al-Qur'an, orang yang mati disebut "Kembali kepada Sang
Pencipta".
Dalam
perspektif al-Qur'an, hidup dan mati merupakan ajang persaingan amal di
antara manusia. Dalam hal ini dikhususkan kepada manusia, karena
manusialah yang diberi beban untuk menjalankan segala aturan yang telah
ditetapkan kepadanya. Dengan daya nalarnya manusia dapat memilah dan
memisahkan antara yang baik dan yang buruk atau yang benar dan yang
salah. Dengan begitu, Allah dapat mengevaluasi yang terbaik amalnya di
kalangan manusia, sebagaimana ditegaskan Allah dalam S. Al-Mulk: 2;
"Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
Sementara itu, Rasulullah Saw. menggambarkan kehidupan dunia ini laksana ladang, addunya mazra'atul akhirah,
ladang untuk menanam tanaman berdasarkan timbangan nalar manusia tadi.
Jika di dunia ini kita menanam mangga, umpamanya, maka di akhirat nanti
kita akan mendapatkan buah mangga. Sebaliknya, jika kita menanamkan
kopi, maka akan tumbuh buah kopi juga. Apabila seseorang menanam
kebaikan, maka akan memperoleh balasan kebaikan pula, yakni surga.
Sebaliknya, apabila menanam kejahatan, maka buahnya juga kejahatan,
yakni neraka.
Mengingat
penting persolan kematian yang berkaitan dengan akhirat, maka al-Qur'an
banyak menyebutkan pesan-pesan tentang akhir segala sesuatu.
Surat-surat Makiyah umumnya mengandung pesan-pesan ini. Hal ini
dimaksudkan agar manusia sebelum mengamalkan ajaran agama, terlebih
dahulu mempunyai motivasi untuk melakukannya, karena setiap apa yang
dilakukan itu akan diberi balasan. Kemudian, keyakinan kepada hari
akhirat menjadi bagian yang sangat esensial dalam beragama. Bahkan,
dalam al-Qur'an pernyataan tentang keimanan kepada Allah senantiasa
digandengkan dengan hari akhirat. Umpamanya, termaktub dalam S.
Al-Baqarah: 62; "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal shaleh maka mereka akan memperoleh pahala."